Sabtu, 04 Mei 2013

Pesan dari Direktur ke Bawahan

Pesan dari Direktur ke Bawahan

Post
Berikut adalah sebuah cerita tentang bagaimana sebuah pesan yang
dikomunikasikan secara hirarkis dalam sebuah perusahaan, dari Direktur
hingga ke karyawan bawahan.

Dari: Direktur - Kepada: General Manager
"Besok akan ada gerhana matahari total pada jam sembilan pagi. Ini
Adalah kejadian yang tak bisa kita lihat setiap hari. Untuk menyambut
dan melihat peristiwa langka ini, seluruh karyawan diminta untuk
berkumpul di lapangan dengan berpakaian rapi. Saya akan menjelaskan
fenomena alam ini kepada mereka. Bila hari hujan, dan kita tidak bisa
melihatnya dengan jelas, kita berkumpul di kantin saja."

Dari: General Manager - Kepada: Manager
"Sesuai dengan perintah Direktur, besok pada jam sembilan pagi akan
ada gerhana matahari total. Bila hari hujan, kita tidak bisa berkumpul
di lapangan untuk melihatnya dengan berpakaian rapi. Dengan demikian,
peristiwa hilangnya matahari ini akan dijelaskan oleh Direktur di
kantin. Ini adalah kejadian yang tak bisa kita lihat setiap hari."

Dari: Manager - Kepada: Supervisor
"Sesuai dengan perintah Direktur, besok kita akan mengikuti peristiwa
hilangnya matahari di kantin pada jam sembilan pagi dengan berpakaian
rapi. Direktur akan menjelaskan apakah besok akan hujan atau tidak.
Ini adalah kejadian yang tak bisa kita lihat setiap hari."

Dari: Supervisor - Kepada: Koordinator
"Jika besok turun hujan di kantin, kejadian yang tak bisa kita lihat
setiap hari, Direktur, dengan berpakaian rapi, akan menghilang jam
sembilan pagi."

Dari: Koordinator - Kepada: Semua Staff
"Besok pagi, pada jam sembilan, Direktur akan menghilang. Sayang
sekali, kita tidak bisa lagi melihatnya setiap hari."

Dari: Staff ke Staff
"Memang dia lebih baik pergi..."

Mencoba pahami sebagai atasan dan bawahan

Mencoba pahami sebagai atasan dan bawahan
Kalau bekerja di dunia usaha dalam perusahaan pasti ada atasan dan bawahan. Ada yang menyuruh dan yang melaksanakan pekerjaan. Di-suruh oleh ucapan atasan maupun oleh suatu aturan system dan di-laksanakan bawahan karena kewajiban maupun inisiatif atau alasan lainnya (mungkin iseng atau bahkan cari perhatian atasan).
System alur yang baik adalah dimana setiap individu yang bekerja pada perusahaan tersebut tidak terjadi posisi atasan hanya bisa menyuruh dan bawahan hanya bisa melaksanakan pekerjaan. Bagaimana caranya jika atasan adalah pemilik perusahaan atau owner atau jabatan tertinggi di perusahaan tersebut misal CEO, singkatan dari “Chief Executive Officer”  atau vise presiden atau president direktur atau semacamnya-lah. Atau sebaliknya jabatan terendah seperti (maaf) Office Boy atau pembantu atau jabatan lain yang tidak punya bawahan. Caranya adalah tergantung dari aturan main perusahaan yang biasanya dibuat oleh HRD, dimana seorang pejabat tertinggi masih harus melaksanakan aturan system perusahaan dan seorang OB (misal) masih bisa menyuruh atasan walau tidak secara verbal seperti lewat menulis “Buanglah sampah pada tempatnya”.
Namun kenyataannya banyak kita lihat kejadian dimana hubungan seorang atasan dan bawahan sangat-sangat tak berimbang terutama posisi jabatan ‘tengah’. Seperti atasan tersebut jika dinilai ada kesalahan dia akan menyalahkan atau membebani kesalahan tersebut adalah bawahannya, padahal semestinya beliau tahu kesahannya adalah bisa jadi kesalahan dirinya juga. Lebih parahnya lagi, memberi sangsi hukuman tanpa dia sendiri dapat sangsi pula.
Ada pula seorang atasan menganggap tugas yang diberikan kepada bawahan itu adalah mudah padahal dia sendiri tidak memahami jenis tugas kerja tersebut. Jika bawahan mencoba menjelaskan atau memberikan alasan atas kesalahan yang terjadi malah dianggap ‘Excuse’. Padahal jika saja beliau mau mendengarkan alasan tersebut bisa menjadi bahan evaluasi agar tidak terjadi lagi kesalahan yang sama.
Seorang atasan sebaiknya sesekali turun terlibat tugas bawahannya untuk memahami dunia kerjanya. Jika bawahan sering lembur hingga sering kurang tidur, kelaparan, kedinginan atau kesepian dalam tugas cobalah sesekali ikut lembur, jika bawahan sering bolos atau terlambat kerja cobalah…. (Eith… yang satu ini memang harus dicoba juga loh…) pasti akan disalahkan oleh atasannya lagi karena nggak ada alasan yang layak diterima. Kalau bawahan bisa aja alasan sering bolos atau terlambat masuk kerja karena sering lembur hingga sakit atau bangun kesiangan misalnya. Kalau sudah mencoba pasti tahu akar permasalahan bawahannya soal sering bolos atau terlambat masuk kerja dan tahu solusinya misal jangan terlalu sering memberi tugas lembur, mungkin memang harus menambah karyawan lagi agar tidak terlalu overtime dalam memberi tugas.
Ulasan tulisan di atas tadi rasanya belum berimbang jika dibalik soal atasan dan bawahan.
Seorang bawahan juga tak semestinya menyalahkan atasan (‘pasti dalam hati’) soal kesalahan kerja yang terjadi. Seperti kurangnya fasilitas alat kerja, kurangnya SDM dan kurangnya upah kerja. Sebagai bawahan tetap saja harus tunduk atas perintah atasannya meski dinilai instruksinya adalah salah. Saya teringat ucapan atasan saya bahwasanya menyalahi tugas atasan sama juga menyalahi Tuhan. Tuhan tidak pernah salah dan anggaplah atasan tidak pernah salah. Jika akhirnya terjadi kesalahan biarkanlah resiko itu terjadi. Usahakan selamatkan diri masing-masing, karena atasan kitapun akan berbuat yang sama. (cari selamat seperti yang saya tulis di paragraf ke 2). Biarkan HRD menganalisa soal siapa yang salah. Namun akan celaka jika HRD tidak berfungsi dalam hal ini. Akan terjadi ketidak adilan. Dan bisa terjadi gejolak negatif dalam SDM perusahaan.
Atasan sebagai bagian system management haruslah dihormati beliau juga punya beban tuntutan kerja yang harus terlaksana. Sebatas kemampuan management perusahaan dalam pelaksanaan tugas kerja dan selebihnya telah berusaha menyesuaikan kemampuan perusahaan. Jika bawahan masih menganggap tak nyaman dalam bekerja, silahkan saja mencoba cari pekerjaan di tempat lain. Itu adalah hak pekerja. Management perusahaan tidak akan mengekang pekerja untuk pindah bekerja ke tempat lain karena tentu saja tidak mau melanggar Hak Asasi Manusia. Malahan selayaknya jika pekerja dinilai berharga bagi perusahaan, maka akan diperhatikan alasan ketidak-nyamanan dalam pekerjaan tersebut.